CoreCompetencies (Kompetensi inti) adalah sesuatu yang unik yang dimiliki perusahaan, atau dapat dilakukan, secara strategis dengan baik (Prahalad dan Hamel, 1990). Konsep kompetensi inti didasarkan pada gagasan Barney bahwa aset berwujud dan tidak berwujud yang tak dapat ditiru dan berharga dari suatu organisasi adalah aspek kunci dari
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Apa itu Strategi Bersaing "Michael Porter"?Intensitas persaingan semakin meningkat baik secara nasional maupun internasional. Semakin tidak aman bagi perusahaan untuk melakukan investasi, karena sejumlah besar kondisi kerangka kerja harus diperhatikan dan ditaati. Dengan demikian, tidak hanya pasar baru tetapi pasar yang sudah ada dipertimbangkan. Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat, perusahaan harus mengevaluasi berbagai industri berdasarkan daya tariknya saat ini dan kelangsungan hidupnya di masa depan. Analisis ini memainkan peran sentral, terutama dalam manajemen strategis, untuk menentukan kondisi kerangka umum industri dan untuk mendapatkan pernyataan tentang perspektif. The "Five Competitive Forces" pertama kali diterbitkan pada 1979 di majalah bisnis "Harvard Business Review". Penulis Michael Eugene Porter Harvard Business School dan telah dinobatkan sebagai salah satu pemimpin pemikiran manajemen paling berpengaruh dalam abad ini. Porter mengkhususkan diri dalam strategi bersaing. Dalam karyanya "Strategi Bersaing", Porter mengembangkan instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi daya tarik suatu industri. Dasar evaluasi adalah analisis lima kekuatan kompetitif yang menurut Porter berdampak pada setiap industri. Selain lima kekuatan kompetitif ini - yang dikenal sebagai "lima kekuatan Porter" dalam dunia bisnis , Porter menyajikan tiga strategi kompetitif generik dalam karyanya. Dengan strategi ini, perusahaan dalam jangka panjang dapat memposisikan dirinya di pasar yang dibentuk oleh aksi berbagai kekuatan. Untuk dasar pengambilan keputusan, manajemen membutuhkan analisis industri yang menunjukkan daya tarik industri tersebut. Pertanyaan yang muncul di sini adalah "Kapan suatu industri dianggap menarik, faktor mana yang bertanggung jawab atas hal ini dan bagaimana perusahaan dapat mempertahankan daya tarik industrinya?" Jawabannya memungkinkan pemosisian yang benar dan stabilisasi atau peningkatan posisi pasar melalui observasi didefinisikan sebagai sekelompok perusahaan yang memproduksi produk yang hampir dapat digantikan oleh satu sama lain. Untuk menjelaskan daya tarik industri, Porter menggunakan pasangan semantik dalam wawancara yang dilakukan oleh Harvard Business Review "Industri Bintang Lima" untuk industri yang benar-benar menarik, dan "Industri Bintang Nol" sebagai mitra semantik. Di sini Porter menilai sektor transportasi penumpang di industri penerbangan sebagai Industri Bintang Nol, dan industri minuman sebagai "Industri Bintang Lima". Dalam contoh ini, bintang mewakili jumlah gaya tarik. Dengan kata lain, ini berarti suatu industri menarik jika disukai dalam jangka waktu yang lama dengan margin keuntungan yang lebih tinggi daripada yang lain;Strategi bersaing menghubungkan perusahaan dengan lingkungan sosialnya. Industri tempat perusahaan bersaing dianggap sebagai inti dari lingkungan yang relevan. Analisis struktural diperlukan untuk pengembangan strategi. Teori manajemen terkemuka Porter, "model lima kekuatan", adalah instrumen yang menentukan untuk ini. Model ini dianggap sebagai penerus dari "Structure-Conduct-Performance Paradigm SCP" dari tahun 1956. SCP membedakan antara tiga elemen dasar struktur, perilaku dan dangkal persaingan dalam suatu industri melalui SCP dan kurangnya pernyataan tentang bagaimana sebuah perusahaan dapat meningkatkan hasil ekonominya adalah alasan asli bagi Porter untuk menulis pendekatan teoretisnya terhadap lima kekuatan kompetitif struktural industri mengidentifikasi kekuatan karakteristik struktural yang menentukan kekuatan kekuatan kompetitif dan, akibatnya, profitabilitas industri. Tujuan analisis struktural adalah perusahaan menemukan posisi di mana ia dapat melindungi dirinya sendiri dari kekuatan yang merugikan atau mempengaruhi mereka demi keuntungan mereka. Variabel yang mempengaruhi jangka pendek pada persaingan dan profitabilitas harus dibedakan dari karakteristik dasar yang berlabuh dalam ekonomi dan teknologi dalam analisis struktur sektor. Faktor-faktor jangka pendek ini, seperti fluktuasi ekonomi atau puncak permintaan, mempengaruhi profitabilitas jangka pendek hampir semua perusahaan di banyak karena itu, mereka tidak dianggap sebagai kekuatan khusus dalam suatu industri. Itu tidak dimaksudkan untuk berarti struktur cabang yang ditentukan sekali adalah statis. Ini secara bertahap akan bergeser seiring waktu karena karakteristik ekonomi dan teknologinya, yang mempengaruhi masing-masing dari lima kekuatan kompetitif individu, berubah secara hanya bisa sukses jika ditempatkan dengan benar di pasar. Untuk itu, perusahaan membutuhkan pengetahuan tentang lingkungannya, termasuk daya tarik industri dan perkembangannya. Model lima kekuatan yang dikembangkan oleh Michael E. Porter dapat digunakan oleh perusahaan sebagai alat bantu untuk memeriksa struktur industri dan untuk menilai daya tarik suatu industri dan perkembangannya. Ada persaingan antara pesaing yang ada dalam suatu industri. Ini ditandai dengan perebutan posisi dalam bentuk persaingan harga, perebutan iklan, peluncuran produk baru atau perluasan layanan dan layanan penjaminan. 1 2 3 Lihat Money Selengkapnya
MenurutWikipedia, orang yang pertama kali menggunakan istilah globalisasi adalah Theodore Levitt pada tahun 1985. Berkaitan dengan hal itu, Keegan (1995) mengatakan bahwa Profesor Theodore Levitt dari Harvard Business School mungkin adalah orang yang paling terkenal dalam pemasaran global yang menulis artikel di Harvard Business Review dengan
Menurut Michael E. Porter, terdapat lima faktor besar yang menentukan tingkat faktor kompetisi serta daya tarik dari suatu pasar. Kelima faktor ini akan menentukan bagaimana perusahaan yang berbeda saling bersaing dan menentukan strategi terbaik masing-masing untuk menghadapi persaingan tersebut. Kelima faktor tersebut disebutnya sebagai Porter’s Five Forces 1979. Porter’s Five Forces juga memiliki faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi persaingan antar perusahaan atau yang disebutnya kekuatan horizontal dan vertikal. Kelima bagian penting dari Porter’s Five Forces adalah 1. Barriers to Entry Ini adalah faktor yang menghalangi suatu perusahaan untuk berbisnis, yaitu dengan menghalangi masuknya produk, jasa atau faktor formal seperti perijinan yang membantu perusahaan melakukan strategis bisnisnya. 2. Threats of Subtitutes Ini adalah faktor berupa keberadaan barang substitusi atau barang pengganti, dimana barang atau produk ini mirip dengan produk yang dibuat perusahaan Anda sehingga menjadi pengganti bagi konsumen. 3. Rivalry Ini adalah faktor persaingan yang harus perusahaan Anda hadapi. Unsur persaingan ini juga mencakup faktor seperti kemampuan inovasi dan kompetensi dari masing-masing perusahaan yang menjadi senjata utama untuk menghadapi persaingan. 4. Buyer Power. Ini adalah faktor yang berasal dari pihak pembeli, dimana kemampuan serta ketertarikan konsumen untuk membeli produk Anda akan membawa pengaruh besar terhadap intensitas persaingan dan kompetisi di dalam pasar. Hal ini juga termasuk kemampuan perusahaan untuk memberi insentif bagi konsumen dan membidik target konsumen yang tepat. 5. Supplier Power Ini adalah faktor yang berasal dari daya tawar yang dimiliki pemasok bahan baku bagi perusahaan Anda. Pasokan yang dimaksud bisa berupa bahan baku produksi, barang jadi, mesin untuk produksi maupun karyawan dan tenaga kerja. Kelima faktor yang mempengaruhi persaingan dan faktor kompetisi serta daya tarik pasar dari Porter ini memiliki berbagai elemen penting; masing-masing memberi pengaruh berbeda pada bentuk strategi yang akan diambil perusahaan. PORTER’S FIVE FORCES THE INTENSITY OF RIVALRY Dalam sebagian besar industri, persaingan merupakan faktor utama yang menentukan tingkat intensitas kompetisi antar perusahaan. Faktor persaingan dalam usaha dagang atau pemasaran sangat memengaruhi pengambilan keputusan strategis sebuah perusahaan. Kompetisi dengan perusahaan lain menjadi dasar bagi perusahaan untuk mengambil langkah agar bisa mendapat profit besar sekaligus mampu bersaing dan eksis di pasar dalam waktu lama. Intensitas persaingan antar perusahaan sangat dipengaruhi oleh karakteristik atau elemen berikut ini • Banyaknya jumlah perusahaan. Semakin banyak perusahaan yang memiliki jenis usaha sama dengan Anda, semakin ketat persaingan yang Anda hadapi. • Cepat lambatnya pertumbuhan pasar, termasuk besar kecilnya target pasar untuk usaha Anda. • Tingginya biaya tetap, yang sangat memengaruhi kemampuan produksi Anda. • Tingginya biaya penyimpanan atau produk yang sangat mudah rusak. • Rendahnya switching cost. • Rendahnya tingkat diferensiasi produk; semakin rendah diferensiasi produk, semakin tinggi tingkat persaingan dan semakin rendah daya saing Anda karena jenis konsumen yang dibidik juga lebih sedikit. Akan tetapi, hal ini bisa juga berlaku sebaliknya untuk produk yang sengaja membidik pangsa pasar eksklusif. • Tingginya exit barriers, yaitu penghalang yang membuat suatu produk tidak bisa langsung begitu saja diluncurkan ke pasar, misalnya hak paten dan ijin khusus. • Keanekaragaman rival. Rival yang beragam bisa jadi membuat daya saing menjadi tinggi atau rendah tergantung situasinya dan jenis produk serta pangsa pasarnya. Intensitas persaingan sangat menentukan bagaimana suatu industri akan menentukan keputusan strategis lewat kemungkinan kompetisi atau ancaman, dimana ancaman ini dapat menentukan eksistensi sebuah perusahaan untuk seterusnya. Pada akhirnya, faktor kompetisi ini akan menentukan bagaimana suatu industri menentukan strateginya. Akan tetapi, penghalang dari luar bukan hanya kompetisi dengan sesama rival, melainkan penghalang yang lebih beragam dan tidak berasal dari para rival Anda, yang disebut Barriers to Entry penghalang jalur masuknya produk ke pasar. BONUS MATERI SDM
DalamPeraturan Rektor ini yang dimaksud dengan: 1. Universitas yang selanjutnya disebut UB adalah Universitas Brawijaya. 2. Rektor adalah Rektor UB. 3. Fakultas adalah fakultas di lingkungan UB. 4. Dekan adalah pemimpin Fakultas. 5. Mahasiswa adalah mahasiswa Pendidikan Vokasi atau Program Sarjana. 6. Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya
Michael E. Porter, 2017 Ketika NASA pertama kali menjalankan misi untuk mengirimkan astronotnya ke luar angkasa mereka menyadari bahwa pulpen tidak bisa berfungsi karena tidak adanya daya gravitasi. Jutaan dolar investasi dan ujicoba selama dua tahun akhirnya berhasil menciptakan pulpen yang bisa digunakan di luar angkasa, dalam posisi yang terbalik di hampir semua permukaan dan dalam temperatur yang berkisar di bawah titik beku hingga lebih dari 300 derajat celsius. Namun ketika dihadapkan pada masalah yang sama, pihak Rusia memberikan solusi berbeda yang lebih sederhana Pensil. Kisah yang memalukan ini, yang saya kutip dari iklan produk pensil yang dinamakan “Russian Space Pen” pulpen luar angkasa milik Rusia, sudah dibantah kebenarannya. Namun, jika Anda baca seluruh tautan itu, sepertinya memang benar ada pihak swasta, yaitu Fisher Pen Co. yang sempat berinvestasi satu juta dolar AS untuk mengembangkan pulpen luar angkasa tersebut. Iklan Russian Space Pen Ada-ada saja memang. Lepas dari benar-tidaknya, kisah ini sudah terlanjur jadi ilustrasi favorit banyak pihak, termasuk saya, untuk menceritakan tentang pentingnya strategi dan inovasi. Bayangkan betapa sia-sianya investasi sebesar jutaan dolar AS itu, karena ternyata ada pilihan strategi yang lebih efisien dan kompetitif untuk mencapi tujuan – yaitu agar bisa menulis di luar angkasa. Dalam kasus yang berbeda, kita mungkin saja berada dalam situasi yang demikian. Menggunakan definisi dari Cambridge Dictionary, strategi – adalah rencana terperinci untuk mencapai kesuksesan dalam berbagai situasi seperti perang, politik, bisnis, industri, atau olahraga, atau kemampuan untuk merancang dalam situasi-situasi tersebut – sangat kita butuhkan untuk mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Segala sesuatu yang sifatnya kompetitif membutuhkan strategi. Sebab tanpa strategi, para pihak yang bersaing hanya akan mengandalkan nasib untuk menjadi yang terunggul atau terdepan. Dalam dunia bisnis yang sangat kompetitif, Michael E. Porter adalah salah satu “Guru” yang paling dihormati dalam hal strategi. Saat ini ia masih menjadi Bishop William Lawrence University Professor di Harvard Business School, kedudukan tertinggi yang pernah diberikan oleh kampus tersebut pada fakultasnya. Menurut catatan wikipedia, Porter menulis 20 buku dan sejumlah artikel penting, termasuk Competitive Strategy, Competitive Advantage dan On Competition. Ia meraih enam kali McKinsey Award for the Best Harvard Business Review Article of the Year dan merupakan orang yang paling banyak dikutip dalam dunia bisnis dan ekonomi. Oleh karena itu, pandangannya tentang strategi layak untuk kita bahas dan pertimbangkan untuk dikembangkan dalam konteks bisnis, organisasi secara umum sejauh relevan, maupun dalam mengelola persaingan industri antar negara – sebagaimana yang ia jelaskan dalam salah satu bukunya, “Competitive Advantage of Nations”. Ketika berbicara strategi, Porter, seperti dapat dilihat dari tulisan-tulisannya, cenderung membatasi konteksnya untuk dunia bisnis dan industri secara umum. Saat berbicara dalam ruang lingkup negara pun Porter mengaitkannya dengan “persaingan negara-negara industri” – hal yang relevan saat ini, terutama sejak menguatnya globalisasi ekonomi selama beberapa dekade terakhir. Tapi, Porter tidak berbicara tentang strategi perang antarnegara, atau strategi untuk meraih Piala Dunia sepakbola misalnya. Strategi bagi Porter adalah bagaimana menjadi kompetitif – hal ini dengan mudah dapat dilihat dari berbagai pilihan judul dalam tulisan-tulisannya. Perhatiannya yang besar pada competitiveness tampaknya tak lepas dari pengalaman masa mudanya sebagai olahragawan. Ia pernah tergabung dalam tim golf untuk NCAA Championship ketika masih berkuliah di Princeton dan ia juga bisa bermain sepakbola, bisbol dan bola basket. Dalam “What Is Strategy?” Harvard Business Review, 1996, Porter mendefinisikan strategi sebagai sesuatu yang cukup umum, yaitu “penciptaan posisi yang unik dan bernilai, yang melibatkan berbagai aktivitas”. Jika hanya ada satu posisi ideal untuk diraih, maka menurut Porter, tidak perlu ada strategi. “Perusahaan hanya akan menghadapi kewajiban yang sederhana — memenangkan perlombaan menemukan dan mendahului pihak lain untuk meraih posisi ideal itu.” Padahal, bagi Porter, inti dari penentuan posisi strategis atau strategic positioning adalah memilih berbagai aktivitas yang berbeda dari pesaing. Hal yang belum saya temukan dari gagasan Porter adalah apa saja yang menurutnya merupakan “komponen strategi”. Pertanyaan ini sebetulnya sangat penting untuk membedakan mana yang bisa disebut strategi dan mana yang bukan. Jika sempat membaca tulisan saya sebelumnya tentang “The Art of War Membedah dan Mengadopsi 15 Elemen Strategi Sun Tzu”, terdapat komponen-komponen strategi yang bisa digunakan untuk membedakannya dari taktik atau misalnya “rencana strategis” – yang belum tentu merupakan strategi. Porter mengatakan bahwa operational effectiveness bukanlah strategi. Yang ia maksud dengan operational effectiveness adalah berbagai aktivitas di dalam perusahaan untuk menciptakan efisiensi, yang merujuk pada “berbagai praktek untuk menjadikan perusahaan menjadi lebih baik dalam memanfaatkan input-nya, misalnya dengan mengurangi kecacatan dalam produk atau mengembangkan produk dengan cara lebih cepat.” Contoh yang digunakan Porter untuk menunjukkan operational effectiveness adalah apa yang dilakukan berbagai perusahaan Jepang pada tahun 1970-an dan 1980-an, dengan mempraktekkan manajemen kualitas secara total dan perbaikan secara terus-menerus. Intinya adalah menyempurnakan proses produksi agar menjadi lebih baik. Pendekatan ini menurut Porter, memiliki kelemahan utama. “Dalam sudut pandang persaingan, masalah dari operational effectiveness adalah praktik-praktik terbaik atau best practices seperti ini sangat mudah ditiru.” Berbeda dengan operational effectiveness, “penciptaan posisi strategis atau strategic positioning adalah upaya untuk mencapai keunggulan kompetitif secara berkelanjutan dengan cara menjaga sesuatu yang berbeda dari sebuah perusahaan. Itu artinya melakukan berbagai aktivitas yang berbeda dengan pesaing, atau melakukan aktivitas-aktivitas yang mirip dengan cara-cara yang berbeda.” Ada 3 contoh strategic positioning yang dapat memudahkan kita untuk memahami apa yang dimaksud Porter Pertama, dengan cara melayani kebutuhan yang sedikit’ atau spesifik dari banyak konsumen contohnya adalah Jiffy Lube yang cukup berhasil dengan hanya menjual pelumas untuk mobil; Kedua, dengan cara melayani kebutuhan yang banyak’ atau umum dari sedikit konsumen contohnya adalah lembaga keuangan Bessemer Trust yang hanya menyasar orang-orang kaya; Ketiga, dengan cara melayani kebutuhan yang banyak’ atau umum dari banyak konsumen di pasar yang sempit contohnya adalah Carmike Cinemas yang mendirikan bioskop di daerah yang populasinya di bawah 200 ribu orang. Terus terang saja, karena belum jelasnya komponen strategi dalam gagasan Porter, saya memiliki catatan kritis terhadap pandangan Porter terkait operational effectiveness dan strategic positioning. Menurut saya, di masa jayanya, operational effectiveness bisa saja dikategorikan sebagai langkah strategis yang tepat. Namun ketika banyak perusahaan sudah bisa menirunya, maka ia tidak lagi bisa disebut tindakan strategis – harap diingat bahwa artikel Porter ditulis di tahun 1996, sedangkan operational effectiveness ala Jepang dilakukan sejak dua dekade sebelumnya. Dengan menggunakan komponen strategis ala Sun Tzu, yaitu tentang “unsur kejutan, perubahan rencana dan kerahasiaan”, maka sesuatu yang sudah jadi pengetahuan umum tentu memang sudah selayaknya dievaluasi. Sebaliknya, strategic positioning yang dia anjurkan, pada saatnya pun bisa menjadi usang dan, bisa saja, ditiru dengan baik oleh para pesaing – persis seperti operational effectiveness yang pada akhirnya juga bisa ditiru. Maka pada saat itu pendekatan ini pun harus dievaluasi kembali dan berbagai aktivitas untuk menjaga keunggulan kompetitif harus dirumuskan ulang. Nah, terkait perlunya perubahan strategi, Porter pun sebetulnya menyadari hal itu dan di bagian akhir “What Is Strategy?” menyebutkan bahwa “perusahaan mungkin harus mengubah strategi jika terjadi perubahan struktural yang besar pada industrinya.” “Faktanya,” ungkap Porter, “strategic positions yang baru seringkali muncul ketika terjadi perubahan dalam industri, dan para pemain baru yang tak terbebani dengan masa lalu bisa mengeksploitasinya dengan mudah.” Hanya itu saja catatan kritis saya terhadap gagasan Porter – yang disebabkan karena saya belum menemukan komponen-komponen strategi yang ia gunakan. Selebihnya – seperti yang akan saya bahas dalam bagian berikutnya – Porter memiliki gagasan-gagasan substantif yang sangat penting terkait strategi untuk memenangkan persaingan. Lima Faktor Persaingan yang Dapat Memengaruhi Strategi Perusahaan Ada dua sumbangan besar Porter yang telah memperkaya gagasan dan wacana tentang strategi untuk menjadi kompetitif dalam konteks perusahaan dan negara. Yang pertama adalah, karya seminalnya dengan judul “The Five Competitive Forces That Shape Strategy” yang diterbitkan pertama kali oleh Harvard Business Review pada tahun 1979 dan disempurnakan pada tahun 2008. Yang kedua adalah “The Competitive Advantage of Nations” yang juga diterbitkan oleh penerbit yang sama di tahun 1990. “Five Competitive Forces”, adalah tulisan yang sangat jernih dan tajam dalam membedah berbagai aspek paling penting dalam persaingan dalam konteks perusahaan. Sebatas pengetahuan saya, tidak ada yang menulis seperti itu sebelumnya. Umumnya, ketika berbicara tentang persaingan, kebanyakan orang hanya berbicara tentang tantangan yang muncul dari pesaing yang konvensional. Tapi, Porter menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif tak hanya diraih dengan memenangkan persaingan antar existing competitors – itu hanya salah satu saja. Empat faktor atau kekuatan lainnya adalah ancaman dari pendatang baru threat of new entrants, posisi tawar dari pembeli bargaining power of buyers, ancaman dari produk atau jasa pengganti threat of substitute prdducts or services, dan posisi tawar dari pihak pemasok bargaining power of suppliers. Kelimanya jika tidak diantisipasi dengan baik bisa memperlemah posisi strategis sebuah organisasi bisnis. The Five Competitive Forces That Shape Strategy Ancaman dari pesaing atau sesama pemain pada bidang garapan yang sama relatif lebih mudah untuk diperhatikan – karena prilaku maupun produk atau jasanya bisa langsung tampak nyata di pasar. Namun empat ancaman lain jika tidak diantisipasi bisa mempengaruhi sasaran keuntungan yang telah ditargetkan. • Pelanggan yang cerdas dapat menyebabkan harga turun dengan “mempermainkan” perusahaan dan pihak pesaing. • Pemasok yang kuat dapat mengurangi laba jika mereka menaikkan harga. • Pendatang baru yang bersemangat, didukung kapasitas yang baru dan determinasi untuk merebut pangsa pasar, dapat memengaruhi tingkat investasi yang dibutuhkan agar tetap kompetitif. • Produk atau jasa pengganti/substitusi dapat menyebabkan pelanggan pergi. Salah satu contoh sektor bisnis yang paling sensitif terhadap kelima faktor persaingan yang diidentifikasi Porter adalah industri penerbangan komersial. Sesama maskapai penerbangan bersaing dengan ketat dalam hal harga tiket. Pelanggan mudah berubah, mereka mencari tawaran terbaik tanpa memandang operator. Pemasok – terutama produsen pesawat dan mesin, bersama dengan para pekerja yang tergabung dalam serikat kerja – menawar dengan sengit bagian terbesar dari keuntungan perusahaan. Pemain baru pun terus memasuki industri ini tanpa henti. Sedangkan produk jasa penggantinya juga sudah tersedia – seperti kereta api atau mobil sewaan yang nyaman. Dengan menganalisis kelima faktor persaingan itu, kita bisa memperoleh gambaran lengkap tentang apa yang dapat memengaruhi profitabilitas perusahaan. Kita, mau tak mau harus mengidentifikasi tren perubahan-permainan sedini mungkin, sehingga dengan cepat dapat mengantisipasinya — bahkan membentuk kembali atau mengkonsolidasi diri agar menjadi lebih kuat. Dengan kata lain, strategi untuk menjadi unggul dalam persaingan harus menggunakan kelima faktor ini sebagai pisau analisis. Untuk itu, Porter menyarankan tiga strategi berikut ini Posisikan Perusahaan di mana Faktor Persaingan adalah yang Terlemah Sebagai contoh Dalam industri truk kelas berat di Amerika Serikat, banyak pembeli mengoperasikan armada besar mereka sendiri dan sangat termotivasi untuk menurunkan harga. Truk dibuat dengan standar yang ketat dengan fitur serupa, sehingga persaingan harga menjadi kaku; serikat pekerja menggunakan posisi tawarnya secara optimal; sedangkan konsumen dapat menggunakan pengganti seperti pengiriman barang dengan kereta api. Untuk menciptakan dan mempertahankan keuntungan jangka panjang dalam industri ini, produsen truk Paccar memilih fokus pada satu kelompok pelanggan yang faktor persaingannya paling lemah pengemudi individu yang memiliki truk dan kontrak langsung dengan pemasok. Operator-operator ini memiliki pengaruh terbatas sebagai pembeli dan kurang sensitif terhadap harga karena adanya ikatan emosional dan ketergantungannya pada truk mereka sendiri. Untuk pelanggan semacam ini, Paccar mengembangkan fitur-fitur seperti kabin tidur mewah, kursi kulit mewah, dan gaya eksterior yang ramping. Pembeli juga dapat memilih dari ribuan opsi yang tersedia untuk membubuhkan tanda tangan pribadi pada truk yang telah menjadi lebih “personal” – dan karenanya emosional – ini. Untuk mendapatkan itu, pelanggan rela membayar Paccar 10% lebih tinggi, dan produsen truk ini telah mencatatkan keuntungan selama 68 tahun berturut-turut dan memperoleh tingkat pengembalian atas ekuitas atau return on equity jangka panjang di atas 20%. 2. Eksploitasi Perubahan-Perubahan yang Terjadi dalam Faktor-Faktor Persaingan Contoh Dengan munculnya Internet dan distribusi musik secara digital, pengunduhan secara gelap telah memunculkan pengganti “yang ilegal namun kuat” bagi perusahaan rekaman. Perusahaan rekaman berusaha mengembangkan platform teknis untuk distribusi digital mereka sendiri, tetapi para label besar tentu tak ingin menjual musik mereka melalui platform yang dimiliki oleh saingannya. Melihat adanya celah ini, Apple dengan iTunes-nya masuk menjadi pemain baru, untuk mendukung perangkat pemutar musik iPod miliknya. Masuknya Apple, di satu sisi membawa dampak negatif dalam kacamata para label besar, yang pada tahun 1997 masih berjumlah enam dan belakangan tinggal tersisa empat. Tapi di sisi lain, membawa kemudahan bagi konsumen, dan keuntungan bagi Apple serta industri sejenis seperti Spotify yang berkembang pesat belakangan ini. Begitulah “kejamnya” persaingan dalam dunia bisnis jika tak awas terhadap faktor-faktor persaingan sebagaimana disampaikan Porter. 3. Kelola Faktor-Faktor Persaingan Agar Menguntungkan Kita Gunakan taktik yang dirancang atau dipersiapkan secara khusus agar keuntungan tidak “bocor” ke pemain lain. Contohnya • Untuk “menetralkan” kekuatan pemasok, lakukan standardisasi spesifikasi pasokan misalnya suku cadang dalam industri otomotif sehingga perusahaan kita dapat berpindah-pindah dengan lebih di antara para vendor atau pemasok. • Untuk menghadapi kekuatan pelanggan, perluas layanan yang ada sehingga pelanggan lebih sulit pergi alias lebih loyal. • Untuk mengatasi perang harga yang diprakarsai oleh saingan yang kuat, berinvestasilah lebih banyak pada produk yang berbeda secara signifikan dibandingkan yang ditawarkan para pesaing. • Untuk “menakut-nakuti” pendatang baru, jadikan persaingan menjadi lebih mahal dengan meningkatkan biaya tetap – misalnya, dengan meningkatkan pengeluaran R&D alias penelitian dan pengembangan. • Untuk mencegah munculnya ancaman produk atau jasa substitusi, tawarkan nilai yang lebih baik melalui aksesibilitas produk yang lebih luas. Hal ini misalnya dilakukan produsen minuman ringan yang memperkenalkan mesin penjual otomatis dan layanan distribusi ke toko, yang secara dramatis meningkatkan ketersediaan minuman ringan dibandingkan dengan minuman lain. Dari alat analisis yang diberikan Porter, kita semakin menyadari bahwa agar menjadi kompetitif dalam bisnis, ibarat mempersiapkan diri untuk menghadapi perang. Ini menjelaskan mengapa tak banyak yang bisa benar-benar menjadi wirausahawan sejati. Butuh strategi dan inovasi yang terus-menerus – tak bisa hanya mengandalkan intuisi atau kenekatan belaka. Bisnis pun butuh “intelektualisasi”. Di luar dunia bisnis, ilmu yang diberikan Porter pun tetap relevan, terutama untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat memengaruhi kesuksesan lembaga. Ketika saya berpindah profesi sementara dari konsultan menjadi bagian dari pemerintahan di tahun 2015, substansi strategic positioning ala Porter ternyata bermanfaat pula untuk menganalisis konstelasi politik serta untuk menemukan posisi strategis kelembagaan agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara lebih baik, dan tentu saja, strategis. Bagaimana Menjadikan Negara Kompetitif? Sekarang mari kita simak, gagasan Porter dalam konteks negara. Sekali lagi saya perlu mengingatkan bahwa bagi Porter – dalam konteks perusahaan maupun negara – pilihan terbaik untuk menjadi unggul adalah menjadi “benar-benar kompetitif”. Kata kompetitif ini bisa dipertukarkan dengan kata “kuat” atau “tangguh”. Strategi apapun yang ditempuh adalah yang memfasilitasi munculnya para pemain yang tangguh – dalam konteks individual, pandangan ini mungkin sejalan dengan stoikisme lihat tulisan lain di blog ini tentang tentang tokoh-tokoh stoik seperti Seneca, Epictetus dan Marcus Aurelius. “Kesejahteraan nasional itu diciptakan, bukan diwariskan.” Itu kalimat pertama dari “The Competitive Advantage of Nations”. Lanjutnya lagi, “kesejahteraan tidak datang dari kekayaan alam suatu negara, kumpulan tenaga kerjanya, tingkat suku bunganya, atau nilai mata uangnya – sebagaimana diyakini para ekonom klasik.” Bagi Porter, keunggulan sebuah negara lebih bergantung pada kapasitas industrinya untuk melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Perusahaan-perusahaan dalam sebuah negara bisa unggul dalam persaingan global justru karena menghadapi berbagai tantangan dan tekanan. Mereka mendapatkan keuntungan dari persaingan yang ketat di dalam negeri, pemasok lokal yang agresif dan konsumennya yang memiliki banyak tuntutan. Dalam konteks persaingan global, negara justru menjadi semakin penting perannya – bukannya berkurang. Mengingat bahwa persaingan telah makin bergeser ke arah penciptaan dan penggabungan pengetahuan, peran negara juga berkembang sebagai fasilitator. Kesimpulan-kesimpulan yang diambil Porter ini, didasarkan pada studi selama empat tahun yang dilakukan untuk mengamati kesuksesan kompetitif di 10 negara terdepan dalam perdagangan. Intinya, bagi Porter, negara berperan sangat vital dalam memfasilitasi kompetisi dan inovasi. Inovasi pun harus disadari adalah proses yang tidak mudah. Perusahaan yang sukses menjalankan cara baru atau lebih baik dalam berkompetisi memperolehnya dengan determinasi yang tinggi, seringkali dihadapkan dengan kritik yang pedas dan rintangan yang berat. “Faktanya, agar bisa sukses, inovasi biasanya membutuhkan tekanan, tuntutan dan bahkan kesulitan takut kehilangan seringkali terbukti lebih powerful dibandingkan dengan harapan atas keuntungan,” ungkap Porter. Sebab, “para pesaing, pada akhirnya dan tanpa bisa dielakkan, akan mengambil alih keunggulan dari perusahaan yang berhenti memperbaiki diri dan berinovasi.” Pertanyaan-pertanyaan kunci dalam studi yang dilakukan Porter adalah Mengapa perusahaan tertentu yang berbasis di negara tertentu mampu melakukan inovasi secara konsisten? Mengapa mereka dengan tanpa kompromi melakukan berbagai perbaikan diri, mencari sumber keunggulan kompetitif yang kian canggih? Mengapa mereka mampu mengatasi berbagai hambatan substansial untuk berubah dan berinovasi yang seringkali menyertai kesuksesannya? Jawabannya terletak pada empat atribut yang dimiliki suatu negara, atribut-atribut yang secara individual dan sebagai sistem membentuk “berlian keunggulan nasional”, yang merupakan playing field atau lapangan permainan sekaligus persaingan yang dibangun dan dioperasikan pada masing-masing negara demi kemajuan industrinya. Keempat atribut itu adalah 1. Kondisi Dasar Produktivitas Factor Conditions. Merupakan posisi negara dalam mengelola berbagai faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau infrastruktur, yang diperlukan untuk bersaing dalam industri yang ada. 2. Kondisi Permintaan Demand Conditions. Yaitu keadaan permintaan dalam pasar domestik bagi produk barang atau jasa. 3. Industri Terkait dan Pendukung Related and Supporting Industries. Ada-tidaknya pemasok bagi industri dalam sebuah negara serta industri terkait lainnya yang memiliki daya saing internasional. 4. Strategi yang Kuat, Struktur Industri, dan Persaingan Usaha Firm Strategy, Structure, and Rivalry. Adalah berbagai kondisi bagaimana sebuah negara mengelola penciptaan perusahaan, pengorganisasiannya, manajemennya, dan persaingan domestik di antara mereka. Berlian Keunggulan Nasional Factor Conditions. Dalam teori ekonomi yang berlaku umum, faktor-faktor produksi – seperti tenaga keraja, sumber daya alam, modal infrastruktur – akan menentukan bagi terjadinya aliran perdagangan. Sebuah negara melakukan ekspor berbagai produknya dengan memanfaatkan faktor-faktor yang telah tersedia untuknya. Bagi Porter, “doktrin ini, yang berasal dari Adam Smith dan David Ricardo ini, dan sudah mengakar lama dalam pemikiran ekonomi klasik, adalah yang paling tidak lengkap dan paling keliru.” Dalam negara-negara industri yang maju, faktor-faktor terpenting dalam produksi tidak diwariskan tapi diciptakan – seperti sumber daya manusia yang trampil atau yang berbasis saintifik. Lebih dari itu, faktor-faktor yang tersedia dan memanjakan dalam kurun waktu tertentu, sesungguhnya tidak begitu penting jika dibandingkan dengan upaya untuk mendorong efisiensi, peningkatan kualitas dan pemanfaatannya dalam berbagai industri. Faktor-faktor produksi yang paling penting adalah yang melibatkan investasi besar dan berkelanjutan serta yang bersifat terspesialisasi. Faktor-faktor umum, seperti kumpulan tenaga kerja atau sumber bahan baku lokal, bukanlah merupakan keuntungan dalam industri yang “padat pengetahuan”. Semua perusahaan lain dapat mengaksesnya dengan mudah melalui jalur strategi global atau menghindarinya melalui teknologi. Berlawanan dengan pandangan konvensional, keberadaan angkatan tenaga kerja secara umum dengan pendidikan sekolah menengah atau bahkan perguruan tinggi belaka, tak bisa menjadi jaminan keunggulan kompetitif dalam persaingan internasional saat ini. Untuk mendukung keunggulan kompetitif, sebuah faktor penentu harus sangat terspesialisasi untuk menjawab kebutuhan khusus industri — misalnya sebuah lembaga ilmiah yang memiliki spesialisasi dalam bidang optik, atau kumpulan modal ventura untuk mendanai perusahaan perangkat lunak. Faktor-faktor tersebut harus bersifat “langka” dan lebih sulit untuk ditiru oleh pesaing dari luar negeri — dan mereka membutuhkan investasi berkelanjutan untuk menciptakannya. “Contohnya adalah Denmark yang memiliki dua rumah sakit yang berkonsentrasi untuk mempelajari dan menangani diabetes – sekaligus sebagai pengekspor terdepan untuk produk insulin. Begitu juga Belanda yang memiliki lembaga-lembaga riset kelas dunia untuk mengolah, mengemas dan mengirimkan bunga, sehingga ia menjadi pengekspor kelas dunia.” Keterbatasan faktor produksi – misalnya kondisi alam yang tidak produktif atau bahkan, seperti di negara-negara maju, biaya tenaga kerja yang tinggi – harus dijawab dengan inovasi. Jepang menjawab sulitnya mendapatkan tenaga kerja murah dengan membuat otomatisasi. Pada saat yang sama, angkatan kerjanya terus ditingkatkan kapasitasnya agar mampu menghadapi tantangan perubahan yang terus berubah. Seringkali, tantangan-tantangan yang dihadapi, adalah pemicu utama terjadinya inovasi. Untuk maju, memang tak bisa bermalas-malasan. Demand Conditions. Ada atau tidak ada globalisasi, Porter percaya bahwa permintaan domestik akan selalu penting. Malah, komposisi dan karakter pasar dalam negeri biasanya memiliki efek yang bisa membantu perusahaan mempersepsikan, menafsirkan dan merespon berbagai kebutuhan pembeli. Sebuah negara akan diuntungkan industrinya ketika konsumen dalam negeri mampu menekan perusahaan untuk berinovasi lebih cepat dan mencapai keunggulan kompetitif yang lebih canggih dibandingkan pesaing mereka di pasar global. Ukuran permintaan dalam negeri mungkin kurang signifikan, tapi karakternya penting dalam membentuk budaya persaingan. “Pembeli lokal yang banyak tuntutan dan rumit merupakan jendela untuk membaca kebutuhan konsumen yang kian maju; mereka mendesak perusahaan untuk memenuhi standar yang tinggi; mereka memaksanya untuk berbenah, berinovasi dan menaikkan kelas agar bisa memasuki segemen yang lebih tinggi,” kata Porter. Sebagaimana yang dihadapi dalam “Kondisi Dasar Produktivitas”, tantangan bagi “Kondisi Permintaan” harus dilihat sisi positifnya karena memaksa perusahaan-perusahaan untuk menjawab berbagai tantangan yang berat. Tuntutan konsumen harus dilihat sebagai peluang untuk peningkatan kemampuan. “Kesuksesan perusahaan-perusahaan AS dalam industri makanan cepat saji dan kartu kredit, bisa dijadikan contoh, karena mereka terlebih dahulu dihadapkan pada tuntutan konsumen AS terhadap kemudahan dan kemudian menyebarluaskan selera atau tuntutan seperti ini ke seluruh dunia.” Selanjutnya, “Negara kemudian membantu mengekspor nilai-nilai dan seleranya melalui media, melalui pelatihan bagi orang-orang asing, melalui pengaruh politik, dan melalui berbagai kegiatan perusahaan dan warga AS di luar negeri.” Related and Supporting Industries. Faktor penentu berikutnya bagi keunggulan sebuah negara adalah adanya industri pendukung dan terkait yang memiliki daya saing internasional. Mereka menjadi faktor penting di bagian hilir industri, terutama karena bisa memberikan input yang tidak memberatkan dari sisi biaya karena kecepatan dan berbagai kemudahan atau keistimewaan layanan yang dapat diberikan. Perusahaan perhiasan emas dan perak di Italia bisa menjadi pemimpin dalam industri global sebagian besarnya karena perusahaan Italia lainnya mampu memasok dua pertiga kebutuhan dunia terhadap mesin pembuat perhiasan dan daur ulang logam mulia. Namun, yang jauh lebih penting daripada sekadar akses ke komponen dan permesinan, adalah keunggulan yang diberikan industri berbasis rumah tangga dan industri pendukung lainnya dalam inovasi dan peningkatan kelas — keunggulan yang bisa diperoleh karena hubungan kerja yang dekat. Pemasok dan konsumen yang berdekatan satu sama lain memanfaatkan jalur komunikasi yang pendek, aliran informasi yang cepat dan konstan, dan pertukaran ide dan inovasi yang berkelanjutan. Perusahaan pun memiliki kesempatan untuk memengaruhi upaya teknis pemasoknya dan sekaligus dapat berfungsi sebagai “penguji” bagi pekerjaan R&D, sehingga mempercepat laju inovasi. Sifat kompetitif bagi industri yang terkait di dalam negeri juga membawa manfaat yang sama. Industri terkait yang berbasis rumah tangga membawa peluang bagi perusahaan untuk merangkul keterampilan baru sekaligus menjadi sumber penyedia pemain baru yang akan membawa pendekatan baru dalam berkompetisi. Cerita sukses Swiss dalam bidang farmasi, misalnya, lahir dari keberhasilan internasional sebelumnya yang lebih dulu diraih oleh industri pewarnaan; Begitu juga dominasi Jepang dalam industri keyboard musik elektronik tumbuh dari kesuksesan instrumen akustik sebelumnya yang dikombinasikan dengan posisi mereka yang kuat dalam perdagangan perangkat elektronik. Firm Strategy, Structure, and Rivalry. Ekosistem domestik menciptakan kecenderungan yang kuat bagaimana sebuah perusahaan diciptakan, diorganisir, dan dikelola, termasuk bagaimana situasi persaingannya dijaga. Karakter perusahaannya bisa berbeda-beda, namun selama ekosistemnya mendukung terjadinya kompetisi maka semuanya bisa berkontribusi bagi keunggulan kolektif sebuah negara. Di Italia, misalnya, perusahaan internasional yang sukses sering kali berasal perusahaan kecil atau menengah yang dimiliki dan dioperasikan secara pribadi seperti keluarga besar; di Jerman, sebaliknya, perusahaan cenderung sangat hierarkis dalam praktik organisasi dan manajemennya, dengan top managers yang biasanya memiliki latar belakang teknis. “Kearifan konvensional berpandangan bahwa persaingan dalam negeri tidak penting sebab mengarah pada tumpang-tindih usaha dan menghalangi tercapainya skala ekonomi perusahaan. Solusi yang tepat’ karenanya adalah merangkul satu atau dua juara nasional’, perusahaan dengan skala dan kekuatan untuk mengatasi pesaing asing, lalu memberi mereka sumber daya yang diperlukan, dengan restu pemerintah. Namun pada kenyataannya, sebagian besar juara nasional’ ini tidak kompetitif, meskipun sudah disubsidi dan dilindungi oleh pemerintah.” Dalam pengamatan Porter, konsentrasi bisnis pada geografi tertentu mampu memperbesar kekuatan persaingan domestik. Pola ini ditemukannya di seluruh belahan dunia Perusahaan perhiasan Italia berlokasi di sekitar dua kota, Arezzo dan Valenza Po; perusahaan peralatan makan di Solingen, Jerman dan Seki, Jepang; perusahaan farmasi di Basel, Swiss; sepeda motor dan alat musik di Hamamatsu, Jepang. “Semakin banyak terjadi persaingan, maka industri semakin kuat. Dan semakin intens, semakin baik.” Keempat atribut keunggulan kompetitif ini, bagi Porter, harus dilihat sebagai sebuah sistem yang saling menunjang. Pembeli yang penuh tuntutan tidak serta-merta bisa melahirkan berbagai produk canggih, misalnya, jika tidak diikuti dengan kualitas sumber daya manusia yang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pembeli. Tantangan yang dihadapi dalam faktor produksi tidak juga akan otomatis memotivasi inovasi tanpa adanya kultur persaingan yang kuat serta visi perusahaan untuk mendukung investasi berkelanjutan. Pada tingkatan yang lebih luas, kelemahan dalam satu faktor penentu akan membatasi potensi industri untuk mencapai kemajuan dan peningkatan kelas. Peran Pemerintah Tidak hanya di Indonesia, di mana pun, sejak beberapa dekade lalu, debat tentang bagaimana sebaiknya peran pemerintah dalam menciptakan daya saing negara tidak pernah berakhir dengan tuntas. Di satu sisi, ada yang berpandangan bahwa pemerintah adalah penolong atau pendukung utama bagi industri, hal yang dilakukan melalui pembuatan dan implementasi kebijakan yang dapat berkontribusi langsung pada kinerja industri strategis atau yang menjadi sasaran utama pembangunan. Di sisi lain, ada yang berpandangan bahwa pemerintah cukup memberikan kepercayaan pada “pasar bebas” dan membiarkan invisible hand atau “tangan tak terlihat” untuk bermain sulap dan mengatur segala sesuatunya. “Kedua pandangan tersebut keliru,” tegas Porter. Kedua-duanya, jika diikuti begitu saja hingga ke tingkat outcome, bisa mengarah pada kerusakan permanen kemampuan sebuah negara untuk menjadi kompetitif. Pada satu sisi, “mereka yang percaya pada bantuan pemerintah untuk menolong industri seringkali mengajukan kebijakan-kebijakan yang pada akhirnya akan melemahkan perusahaan dalam jangka panjang dan menciptakan tuntutan untuk lebih banyak mendapatkan pertolongan.” Padi sisi yang lain, “para pendukung bagi pengurangan peran atau kehadiran pemerintah mengabaikan peran penting dan sah pemerintah untuk membentuk konteks dan membangun struktur kelembagaan di sekitar berbagai perusahaan, dan terutama dalam menciptakan lingkungan strategis yang dapat menstimuli perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.” “Peran pemerintah yang tepat adalah sebagai katalis dan penantang; ini untuk mendukung — atau bahkan mendorong — perusahaan untuk meningkatkan aspirasi mereka dan beralih ke tingkat kinerja yang lebih tinggi, meskipun proses ini mungkin secara inheren tidak menyenangkan dan sulit.” Bagi Porter, pemerintah tidak dapat menciptakan industri yang kompetitif – hanya perusahaan yang dapat melakukannya. Pemerintah dapat memainkan peran yang secara inheren parsial, yang dapat berhasil hanya ketika bekerja bersama-sama dengan kondisi mendasar yang menguntungkan sesuai dengan “berlian keunggulan nasional” di atas. Meski demikian, peran pemerintah dalam mentransmisikan dan memperkuat kekuatan “berlian” itu masih sangat kuat. Kebijakan pemerintah yang berhasil adalah kebijakan yang menciptakan lingkungan di mana perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif dibandingkan kebijakan yang melibatkan pemerintah secara langsung dalam prosesnya – kecuali, di negara-negara di awal proses pengembangan. “Ini adalah peran tidak langsung, bukan langsung.” Sebagai fasilitator bukan eksekutor. Di bawah ini adalah sejumlah arah strategi kebijakan pemerintah yang diusulkan Porter yang sejalan dengan semangat memenangkan persaingan. Namun, saya harus mengatakan bahwa saya tidak serta-merta bersepakat dengan apa yang diusulkan oleh Porter – meskipun semangat untuk memunculkan keunggulan yang mendasari usulan tersebut, menurut saya bisa diterima. Arahan kebijakan yang disampaikan Porter ini, mestinya sangat relevan dengan konteks Amerika Serikat yang sejarah perkembangan industrinya telah “dewasa”. Untuk konteks Indonesia dengan ekosistem dan struktur industri yang masih seperti “anak-anak” atau bahkan masih “bayi”, saya masih memperlakukan usulan Porter sebagai gagasan terbuka yang masih perlu diperdebatkan dan dipertajam saya misalnya masih percaya pada pentingnya kebijakan afirmatif dan kolaboratif pada UMKM, termasuk meningkatkan kapasitas mereka dalam “berstrategi”, hingga tahap tertentu, sampai mereka menjadi lebih siap untuk berkompetisi secara bebas. Anggap saja usulan-usulan di bawah ini adalah tesis yang memerlukan antitesis supaya bisa menghasilkan sintesis – yaitu outcome jangka panjang yang jelas, yaitu industri nasional yang kompetitif – dan bukannya sebuah resep yang baku dan kaku Fokus pada penciptaan faktor produktivitas yang khusus. Pemerintah memiliki tanggung jawab penting bagi penyediaan faktor-faktor produktivitas yang mendasar seperti sistem pendidikan dasar dan menengah, infrastruktur nasional dasar, dan penelitian di bidang yang menjadi perhatian nasional secara luas seperti kesehatan. Namun upaya-upaya umum semacam ini meskipun penting pada penciptaan faktor produktivtas secara jangka panjang tidak otomatis akan menghasilkan keunggulan kompetitif. Untuk itu, perlu ada fokus terhadap faktor-faktor yang secara langsung terkait dengan keunggulan kompetitif yang lebih maju, terspesialisasi, dan terkait dengan industri atau kelompok industri tertentu. Mekanisme seperti program pemagangan khusus, penelitian di universitas yang terhubung dengan industri, kegiatan asosiasi perdagangan, dan, yang paling penting, investasi swasta pada akhirnya menciptakan faktor-faktor yang akan menghasilkan keunggulan kompetitif. Hindari campur tangan dalam faktor dan pasar mata uang. Dengan mengintervensi pasar mata uang, pemerintah berharap dapat menciptakan faktor biaya yang lebih rendah atau nilai tukar yang menguntungkan yang akan membantu perusahaan bersaing lebih efektif di pasar internasional. Namun, berbagai bukti dari seluruh dunia menunjukkan bahwa kebijakan seperti ini — seperti devaluasi dolar yang dilakukan pemerintahan Ronald Reagan di AS — seringkali kontraproduktif. Upaya ini berlawanan dengan upaya industri untuk naik kelas dan mendapatkan keunggulan kompetitif yang lebih berkelanjutan. Terapkan standar produk, keamanan, dan lingkungan yang ketat. Peraturan pemerintah yang ketat dapat mempromosikan keunggulan kompetitif dengan merangsang dan meningkatkan permintaan domestik. Standar ketat untuk kinerja produk, keamanan produk, dan dampak lingkungan mendorong perusahaan untuk meningkatkan kualitas, meningkatkan teknologi, dan menyediakan fitur yang dapat merespon tuntutan konsumen dan masyarakat. Melonggarkan standar, betapapun menggoda, adalah tindakan yang kontraproduktif. Batasi dengan ketat kerja sama langsung antar industri yang bersaing. Porter melihat adanya kecenderungan industri yang saling bersaing untuk melakukan kerjasama penelitian dalam sebuah konsorsium industri. Hal ini dilakukan dengan keyakinan bahwa penelitian independen oleh para pesaing adalah pemborosan dan duplikasi, dan bahwa upaya kolaboratif dapat mencapai skala ekonomis, dan bahwa masing-masing perusahaan cenderung kurang berinvestasi dalam R&D karena mereka tidak dapat menuai semua manfaatnya. Pada kenyataannya, dalam pengamatan Porter, kerjasama seperti itu tidak pernah efektif – masing-masing perusahaan tidak mengikutsertakan saintis terbaiknya, dan seringkali, jika proyek ini diinisiasi pemerintah, mereka turut serta hanya agar tidak ketinggalan dibandingkan pesaingnya. Promosikan tujuan yang mengarah pada investasi berkelanjutan. Pemerintah memiliki peran vital dalam memengaruhi tujuan investor, manajer, dan karyawan melalui kebijakan di berbagai bidang. Cara bagaimana pasar modal diatur, misalnya, memengaruhi insentif bagi investor dan, pada gilirannya, perilaku perusahaan. Pemerintah harus memiliki tujuan untuk mendorong investasi berkelanjutan dalam peningkatan keterampilan manusia, inovasi, dan dalam aset fisik. Instrumen paling ampuh untuk meningkatkan investasi berkelanjutan dalam industri adalah melalui insentif pajak bagi keuntungan modal jangka panjang lima tahun ke atas yang terbatas pada investasi baru dalam ekuitas perusahaan. Insentif seperti ini juga juga bisa diterapkan pada dana pensiun dan investor lain yang belum dipajaki, yang sekarang mungkin masih memiliki sejumlah alasan untuk tak terlibat dalam trading jangka pendek. Deregulasi kompetisi. Regulasi persaingan melalui kebijakan seperti mempertahankan monopoli negara, mengendalikan masuknya industri, atau penetapan harga memiliki dua konsekuensi negatif yang kuat hal ini menghambat persaingan dan inovasi, terutama karena perusahaan menjadi sibuk berurusan dengan regulator untuk melindungi apa yang sudah mereka miliki; dan, kedua, menjadikan industri sebagai pembeli atau pemasok yang kurang dinamis dan kurang diinginkan. Namun demikian, deregulasi tidak akan berhasil tanpa persaingan domestik yang kuat — dan itu membutuhkan, sebagai konsekuensi yang wajar, kebijakan antimonopoli yang kuat dan konsisten. Tegakkan kebijakan antimonopoli dalam negeri yang kuat. Kebijakan antimonopoli yang kuat — terutama untuk mengatur merger secara horizontal, aliansi, dan perilaku kolutif — merupakan hal mendasar bagi inovasi. Meskipun merger dan aliansi atas nama globalisasi dan penciptaan juara nasional’ masih menjadi tren hingga kini, namun kenyataannya, hal ini lebih sering merusak penciptaan keunggulan kompetitif. Daya saing nasional yang nyata mengharuskan pemerintah untuk tidak menyetujui merger, akuisisi, dan aliansi yang melibatkan berbagai industri besar. Tolak pengaturan perdagangan. Perdagangan yang dikelola bisa berbahaya bagi penciptaan daya saing nasional. Perjanjian pemasaran yang diatur, perjanjian pengekangan secara sukarela, atau perangkat lain yang berusaha menetapkan target-target kuantitatif untuk membagi pasar juga berbahaya, tidak efektif, dan seringkali berakibat merugikan konsumen. Bukannya mempromosikan inovasi dalam industri bagi negara, perdagangan yang dikelola hanya menjamin pasar bagi perusahaan yang tidak efisien. Peran Pemimpin Porter menyoroti, banyak perusahaan dan top managers yang salah memahami sifat persaingan dan tugas utama mereka – mereka justru lebih memfokuskan diri pada peningkatan kinerja keuangan, mengharapkan bantuan pemerintah, mencari stabilitas, dan mengurangi risiko melalui aliansi dan merger. Baginya, realitas industri yang makin kompetitif hingga saat ini, sangat menuntut kepemimpinan. Pemimpin dalam bayangan Porter adalah mereka yang memiliki visi dan percaya pada perubahan. “Mereka memberi energi pada organisasi untuk terus berinovasi; mereka mengakui pentingnya negara asal mereka sebagai bagian integral dari kesuksesan kompetitifnya dan terus bekerja untuk meningkatkannya.” Tapi, yang terpenting, para pemimpin “menyadari perlunya tekanan dan tantangan.” Mereka bersedia mengorbankan kehidupan yang mudah untuk menghadapi kesulitan dan, pada akhirnya, mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. “Itu yang harus menjadi tujuan, baik bagi negara maupun perusahaan tidak hanya bertahan, tetapi mencapai daya saing internasional,” kata Porter. Catatan Penutup Jarang sekali ada pakar manajemen merangkap konsultan seperti Michael E. Porter yang mampu membicarakan topik yang luas, dari strategi perusahaan hingga negara dengan pesan visioner yang jelas – yaitu menjadi kompetitif. Tokoh lain yang saya tahu adalah “Management Guru”, Peter F. Drucker. Mereka mengajarkan pada kita bahwa mengelola bisnis dan perusahaan bukan semata-mata mencari uang sebanyak-banyaknya, atau sekedar mengalahkan para pesaing. Kewirausahaan, dan persaingan, memiliki makna yang lebih jauh dari itu. Ia adalah bagian dari kodrat manusia untuk tetap maju, lewat inovasi, lewat intelektualisasi dan kerja keras. Sebab tanpa itu, kita bisa mengalami kemunduran, karena hanya berharap bahwa segala sesuatu akan selalu tersedia bagi kita. Kita tidak menjadi penguasa bumi dengan cara seperti itu. Tidak ada yang bisa menjadi penguasa bumi dengan cara seperti itu – tidak juga dinosaurus. Tulisan Porter lahir ketika optimisme terhadap globalisasi sedang menjulang tinggi sejak beberapa dekade terakhir. Narasi persaingan lebih mengemuka dibandingkan dengan narasi kolaborasi. Namun, pada saat krisis melanda, seperti sekarang ini, narasi kerjasama menjadi lebih mengemuka – sebab bagaimana cara menjadi lebih unggul di tengah perekonomian yang sedang terpuruk. Bisa bertahan saja sudah bagus. Persaingan dan kolaborasi akan terus bergantian menjadi fokus perhatian kita – karena keduanya adalah bagian yang inheren sekaligus modal penting dalam kehidupan kita. Tanpa kompetisi, tak ada kemajuan. Tapi tanpa kerjasama, tak ada keberlanjutan. Manusia menjadi penguasa bumi karena bisa berpikir, berinovasi dan bekerjasama – untuk mencapai kemajuan dan keberlanjutan hidup. Lalu, mengapa kita perlu membaca Porter di saat krisis saat ini? Ya karena, setelah krisis, dunia masih akan terus berputar. Jadi, mumpung sedang work from home tak ada salahnya melatih mental untuk terbiasa menghadapi persaingan. Semoga kita semua menjadi kian kompetitif, sekaligus tak lupa bergotong-royong. Demikian.
porterPramuantar atau porter adalah seseorang yang membantu bawakan barang milik orang lain. Kata ini juga dipakai untuk menyebut karyawan hotel, kereta api, rumah sakit, dan bandar udara yang membantu bawa [..] Sumber: 41 45 porter
Beranda » Inggris-Indonesia » porter porter Arti kata "porter" Bahasa Inggris dalam Bahasa Indonesia. kb. 1 buruh pengantar barang, kuli pengangkut barang. 2 penjaga pintu, portir. porter. Demikianlah apa yang dimaksud dengan porter. Bermanfaat? Bagikan halaman ini! Kirim Revisi untuk 'porter' Untuk mengurangi spam, alamat email Anda yang valid kami perlukan. Data Anda tak akan kami tampilkan atau pindah tangankan ke pihak ketiga. portentously porterage Kata Acak Kamus Inggris-Indonesia circular-saw cracked oil checkroom be engaged crape hanger enlisted man blown the lead receded contrary to all expectation thirsted for soaring have something to do with annum move in be eager to social realism morning coat long range keeping under control animation
MenurutSteers dan Porter (1983), arti komitmen adalah suatu keadaan di mana individu menjadi terikat oleh tindakannya sehingga akan menimbulkan keyakinan yang menunjang aktivitas dan keterlibatannya. Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan komitmen, lalu seperti apa sih ciri-ciri komitmen itu? Berikut penjelasan singkatnya :
Pengertian Analisis Porter Five Force Porter Five Force atau lima kekuatan porter adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan identifikasi dan analisa kekuatan kompetitif di dalam suatu industri yang mampu membantu menentukan kelemahan dan kekuatan dari industri tersebut. Jenis analisis bisnis ini bisa diterapkan dalam beragam segmen ekonomi agar bisa memahami tingkat persaingan di dalam industri dan meningkatkan keuntungan perusahaan untuk jangka waktu yang panjang. Model analisa bisnis ini pertama kali dikembangkan dan ditemukan oleh Michael E. Porter yang ditulis dalam bukunya dengan judul “Competitive Strategy Techniques for Analyzing Industries and Competitors” yang telah diterbitkan pada tahun 1980 lalu. Untuk itu, model analisis bisnis ini diberi nama sesuai dengan nama penggagasnya. Dalam model ini, analisis struktur industri dan strategi perusahaan akan didasarkan pada lima faktor kekuatan utama. Kelima faktor kekuatan tersebut dimanfaatkan untuk bisa mengukur intensitas persaingan, daya tarik, serta profitabilitas suatu pasar ataupun industri. Harus kita akui bersama bahwa keunggulan kompetitif dari suatu perusahaan berada pada profitabilitasnya dalam industri perusahaan tersebut berasal. Untuk itu, tugas yang paling utama dari manajemen strategis adalah memilih industri yang dinilai menguntungkan. Selain itu, model analisis Porter Five Force pun memberikan dampak menyeluruh dan mendalam pada perumusan strategi perusahaan. Penerapannya juga bisa diterapkan di hampir semua sektor industri, seperti jasa keuangan, teknologi, dan industri lainnya. Bila dibandingkan dengan model analisis lain, seperti misalnya SWOT, Porter Five Force lebih cenderung sederhana untuk menganalisa lingkup persaingan dasar di dalam suatu industri. Model bisnis ini akan melakukan identifikasi keunggulan kompetitif dengan cara menggunakan lima sumber utama persaingan, yakni kekuatan tawar menawar supplier, daya tawar dari pembeli, ancaman para kompetitor baru, ancaman dari pengganti, dan persaingan di dalam industri. Dengan adanya kelima faktor kekuatan ini, maka perusahaan bisa menentukan strategi bisnisnya, apakah lebih condong pada biaya yang rendah, disimilasi produksi, ataupun sentralisasi. Penentuan terkait strategi ini tentunya didasarkan pada setiap kekuatan perusahaan dan juga perbandingan dari kelima faktor kekuatan tersebut. Lima Faktor Porter Five Force Sebagai pebisnis, Anda tidak boleh menganggap remeh persaingan dalam dunia bisnis. Anda harus yakin dan menyadari bahwa kompetitor terus mengawasi pergerakannya, sehingga bisa memanfaatkan momentum tertentu untuk mengalahkan Anda. Untuk itu, penting sekali untuk mengawasi setiap kompetitor. Sehingga, Anda bisa mengetahui setiap pergerakan kompetitor agar bisa selangkah lebih maju dari kompetitor dalam hal mengembangkan bisnis. Berkaitan dengan hal tersebut, Porter mengidentifikasi lima faktor yang menjadi kekuatan utama dalam bisnis yang mampu membentuk lingkungan yang kompetitif, yaitu 1. Persaingan yang Kompetitif Kekuatan yang pertama mengacu pada jumlah pesaing dan juga kemampuan mereka dalam melemahkan perusahaan. Saat jumlah kompetitor semakin banyak, maka jumlah produk dan layanan yang mereka tawarkan pun akan semakin banyak juga, dan hal tersebut akan melemahkan kekuatan perusahaan. Biasanya, pihak supplier dan konsumen akan mencari produk dan layanan yang lebih baik ataupun harga yang lebih rendah. Sebaliknya, saat persaingan mulai rendah, yang mana tidak banyak kompetitor dalam industri bisnis yang dijalankan oleh pebisnis, maka perusahaan pun akan lebih cenderung mempunyai kekuatan yang lebih besar dalam menguasai pasar. Perusahaan bisa menetapkan harga yang lebih tinggi, sehingga peluang dalam memperoleh keuntungan pun akan lebih besar. Untuk bisa melakukan analisa faktor persaingan yang kompetitif ini, pastikanlah perusahaan mengetahui jumlah serta kekuatan dari kompetitor. Perusahaan harus mengetahui dengan baik jumlah pesaing yang dimiliki dan juga latar belakangnya. Selain itu, perusahaan pun harus bisa mengukur kualitas produk dan juga layanan dari pesaing. Saat suasana kompetisi semakin panas, perusahaan nantinya bisa tetap menarik minat beli konsumen dengan cara menawarkan diskon secara agresif. Selain itu, perusahaan pun bisa melakukan kampanye marketing yang bisa memberikan dampak besar pada tingkat penjualan layanan ataupun produknya. 2. Kekuatan Pemasok Bisnis yang dijalankan oleh suatu perusahaan pasti tidak akan bisa lepas dari input barang atau jasa sebagai suatu bahan baku untuk proses produksi produk. Untuk itu, kehadiran supplier memiliki peran yang penting dan bisa memberikan pengaruh pada kekuatan kompetitif perusahaan. Pengadaan pasokan input barang ataupun jasa ini jelas akan memberikan dampak pada biaya produksi. Semakin mahal suatu input, maka biaya produksi pun akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Untuk itu, setiap perusahaan harus melakukan analisis kekuatan pemasok agar nantinya bisa bertahan serta memenangkan persaingan bisnis. Selain itu, perusahaan pun harus bisa mengetahui jumlah supplier potensial yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah supplier, maka perusahaan bisa mempunyai banyak pilihan untuk memperoleh bahan baku dengan harga yang bersaing. Itu artinya, perusahaan tidak akan hanya bergantung pada satu pemasok atau supplier saja. 3. Kekuatan Pelanggan Salah satu faktor penting dalam mencapai kesuksesan dalam berbisnis adalah dengan tidak meremehkan kekuatan dari pelanggan. Tanpa mereka, perusahaan tidak akan menghasilkan apa-apa. Semakin banyak pelanggan, kekuatan perusahaan akan semakin besar, begitu juga sebaliknya. Harus diakui bersama bahwa pelanggan mempunyai suatu kekuatan yang bisa mendorong harga produk ataupun jasa perusahaan menjadi lebih rendah. Kekuatan pelanggan ini berada pada jumlahnya. Basis pelanggan yang besar tentunya akan lebih kuat dalam memberikan dampak pada tingkat harga output yang menjadi lebih rendah. Hal tersebut tentu berbeda dengan basis pelanggan yang kecil, perusahaan akan cenderung mempunyai kekuatan untuk bisa menetapkan harga yang lebih tinggi, sehingga bisa meningkatkan keuntungannya. Agar bisa melakukan analisa kekuatan pelanggan, maka perusahaan pun harus terlebih dulu mengetahui besaran basis pelanggannya. Selain itu, perusahaan pun harus mengetahui loyalitas pelanggan dalam membeli produknya dan kemungkinan dalam beralih ke kompetitor. Sehingga, perusahaan nantinya bisa melakukan analisis kekuatan pelanggan dalam mendikte persyaratan yang berhubungan dengan harga produk. 4. Ancaman Produk Pengganti Setiap pebisnis tidak hanya harus berhati-hati pada kompetitor di dalam industri yang sama saja, tapi juga harus hati-hati dengan kehadiran perusahaan yang mampu membuat produk pengganti atau produk substitusi. Produk pengganti yang bisa dimanfaatkan sebagai produk substitusi dari suatu produk atau jasa perusahaan tentunya menjadi ancaman yang nyata. Saat perusahaan memproduksi barang atau jasa yang tidak mempunyai substitusi dekat, maka tingkat kekuatan perusahaan dalam meningkatkan harga serta mengunci persyaratan yang lebih menguntungkan pun akan menjadi lebih besar. Tentunya akan lain ceritanya jika produk atau jasa yang dibuat perusahaan mempunyai substitusi yang dekat. Kekuatan perusahaan dalam mengendalikan harga nantinya akan cenderung lemah. Pasalnya, pelanggan mempunyai pilihan produk lain, sehingga tidak harus membeli ataupun bergantung pada produk atau jasa yang dikeluarkan produk tersebut saja. 5. Ancaman Pendatang Baru Dunia bisnis akan selalu bergerak dinamis. Ada beberapa yang gagal dan keluar dari persaingan, tapi akan selalu ada pemain baru yang ikut meramaikan dunia bisnis. Sebagai pebisnis, Anda harus bisa bijak dalam menghadapi para pendatang baru dan tidak boleh memandang remeh mereka. Kemungkinan pelanggan baru tersebut mempunyai pengalaman yang terbatas dan minim. Tapi, bisa jadi juga mereka memiliki keunggulan dalam kesiapan produk, strategi pemasaran yang jitu, tim manajemen yang andal, atau berbagai hal lainnya. Sehingga, mereka bisa jadi kompetitor yang efektif untuk memasuki pasar perusahaan hanya dengan mengeluarkan sedikit modal dan usaha. Tentunya hal tersebut menjadi suatu ancaman untuk perusahaan. Faktor ancaman dari para pendatang baru ini menjadi salah satu kekuatan bisnis yang wajib dianalisa agar pihak perusahaan senantiasa bisa memastikan bahwa memang posisinya tidak goyah dengan kehadiran mereka. Dengan melakukan analisis ancaman, maka perusahaan bisa mempertahankan posisinya agar tetap memaksimalkan keuntungan. Bila perusahaan bisa menyadari kekuatan ancaman dari pendatang baru ini, maka perusahaan pun akan bisa membentengi dirinya dengan penerapan strategi yang lebih tepat, sehingga akan mampu mempersulit pendatang baru untuk bisa memasuki bahkan merebut pasar.
Rumusproduktivitas. Memperhatikan hal ini, rumus untuk menghitung produktivitas adalah hasil bagi antara produksi yang diperoleh dan sumber daya yang digunakan. Produktivitas = Produksi yang diperoleh / Jumlah faktor yang digunakan. Misalnya, untuk menghitung produktivitas suatu negara, kita dapat membagi PDB dengan jumlah jam kerja.
Arti & Pengertian porterApa arti dari porter? Anda menemukan 8 arti dari kata porter. Anda juga dapat memasukkan sendiri definisi dari porter 1 56 49 Petugas resmi di bandara/pelabuhan yang di menawarkan jasa untuk mengangkat barang/bagasi 2 5 4 porterporter rumah sakit adalah pelayanan yang berakomodasi pengantaran dan penjemputan pasien di rumah sakit, untuk pindah dari ruangan satu keruangan lainnya. 3 47 48 porterPramuantar atau porter adalah seseorang yang membantu bawakan barang milik orang lain. Kata ini juga dipakai untuk menyebut karyawan hotel, kereta api, rumah sakit, dan bandar udara yang membantu bawa [..] 4 41 46 porterporter adalah seseorang yang bertugas melayani tamu mulai dari tamu itu check in sampai check outnya seperti membawakan barang bawaan tamu dan juga melayani penitipan barang bawaan tamu bagi tamu yg belum sampai kehotel maupun akan check out dari hotel biasanya porter ini termasuk dibagian di front office untuk hotel berukuran kecil atau tingkat melati biasanya untuk petugas porternya bisa multiskill artinya petugas hotel didepartement apapun bisa melayani tamu mulai dri pembawaan barang sampai check in sampai check change room atau pindah kamar bisanya pemindahan barang dilakukan oleh petugas housekeepingmelly sarita - 29 Mei 2016 5 40 52 porterPetugas pembawa barang. 6 35 48 portermembawa 7 34 50 porterALIH porter 8 30 53 porterPorter adalah petugas yang melayani atau membawakan barang bawaan tamuagung - 12 September 2015 merupakan kamus yang dikerjakan oleh orang-orang seperti Anda dan bantu dan tambahkan sebuah kata. Segala bentuk kata diperbolehkan! Tambahkan arti
Porterdan Smith dalam Steers,( 1977 ) telah mendefinisikan Maksudnya, organisasi menjabarkan dan menterjemahkan apa yang telah ditulis Yang dimaksud dengan mediasi transendental ini adalah agar individu / karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi, maka organisasi harus menetapkan visi, misi
Apa itu porter? porter adalah kata yang memiliki artinya, silahkan ke tabel berikut untuk penjelasan apa arti makna dan maksudnya. Pengertian porter adalah Kamus Definisi Bahasa Indonesia KBBI ? porter portir Malaysia Dewan ? porter 1. orang yg bekerja mengangkat barang di stesen kereta api dsb; 2. penjaga pintu di gudang pejabat dsb. Definisi ? Loading data ~~~~ 5 - 10 detik semoga dapat membantu walau kurangnya jawaban pengertian lengkap untuk menyatakan artinya. pada postingan di atas pengertian dari kata “porter” berasal dari beberapa sumber, bahasa, dan website di internet yang dapat anda lihat di bagian menu sumber. Istilah Umum Istilah pada bidang apa makna yang terkandung arti kata porter artinya apaan sih? apa maksud perkataan porter apa terjemahan dalam bahasa Indonesia
Rantainilai (value chain) adalah pola yang digunakan perusahaan untuk memahami posisi biayanya dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dari strategi tingkat-bisnisnya. Rantai nilai menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan baku ke pelanggan akhir.
Portermenciptakan model menganalisis rantai nilai perusahaan untuk memeriksa semua aktivitas dan melihat bagaimana mereka terhubung. Analisis ini mengidentifikasi peluang penghematan biaya dan diferensiasi dalam siklus produksi di antara aktivitas yang terhubung dan pada akhirnya akan mempengaruhi laba dan membantu memahami sumber nilai
LqmR2OI. j8ve80ixak.pages.dev/877j8ve80ixak.pages.dev/508j8ve80ixak.pages.dev/66j8ve80ixak.pages.dev/734j8ve80ixak.pages.dev/87j8ve80ixak.pages.dev/761j8ve80ixak.pages.dev/364j8ve80ixak.pages.dev/733j8ve80ixak.pages.dev/855j8ve80ixak.pages.dev/372j8ve80ixak.pages.dev/758j8ve80ixak.pages.dev/759j8ve80ixak.pages.dev/840j8ve80ixak.pages.dev/34j8ve80ixak.pages.dev/876
apa yang dimaksud dengan porter